Kopi-Pantai

Kita pernah bermain di dekat rel kereta di kota itu. Dikelilingi persawahan. tapi saat itu kita belum terlalu mengenal satu sama lain. bahkan kau sedang begitu dekat dengan seorang gadis berkumis tipis. waktu itu di rumah penginapan rombongan. Aku pergi ke dapur, ingin membuat kopi. Tapi di dapur aku melihatmu sedang berdua dengannya tengah menyeduh sesuatu. mungkin menyeduh kisah yang manis. Aku ingin menghindar, tapi kau melihatku. Akhirnya aku pura-pura bersikap ramah. Menawarkan kalian kopi. Kalian menghambur, dan engkau meninggalkan senyum untukku. Senyum yang terlalu pahit untuk aku lihat. Aku mengaduk kopi sendiri, namun tak lama engkau kembali. Menanyakan kopi yang kubuat dan menjelaskan padaku bahwa gadis itu hanya kau anggap sebagai adik. Sungguh aku tak menanyakan apapun tentang hubungan kalian. Tapi aku suka kau kembali. 

Kita pernah bermain di pantai. Masih di kota yang sama, Ciamis. Sebenarnya aku tidak berniat bercanda denganmu. tapi tiba-tiba kau melemparkan sepercik pasir ke arahku. Saat aku menoleh, kau tampilkan wajah konyolmu. Meledekku. Akumengejar ingin membalas. Namun ombak memburu langkahku. Aku ngeri, ngeri tersapu. Padahal ombak hanya menyapu ujung jemari kakiku. Lalu kau malah berlari mengejar ombak itu. Membuat aku berhenti mengejarmu. Di sana kau mengisyaratkan "Ayo, Kemari!" Kau menunjukkan bahwa kan baik-baik saja. Bermain dengan ombak-ombak kecil itu jadi menyenangkan. Kau yang mengajariku bermain dengan ombak.

Apakah kau menghitung waktu? Kau tahu itu kejadian berapa tahun lalu? Selama itulah rasa ini ada dan tak berubah. Meski sikapmu sering berubah-ubah. Dan itulah alasan mengapa aku selalu menganalogikan dirimu dengan kopi dan pantai. Seakan ingatan tentangmu tak pernah memudar. Padahal aku adalah aseorang yang pelupa.


Komentar

Postingan Populer