Prosa-18 Oktober



Berkali-kali aku mengalami 18 oktober semenjak kelahiranku. Tapi tahun ketujuh belas, hadir sosok pengeran seperti di cerita Cinderella. Ia menemukan sebelah sandalku, tapi kali ini diselokan ia temukan. Sandal jepit warna ungu belang hitam itu jadi hitam semua terendam air selokan. Ia pungut sandalku dengan sukarela dan aku tidak habis pikir, ia menyuci sebelah sandalku yang busuk itu sampai bersih, sebersih wajahnya.

Aku tahu, ia tahu betul bahwa itu memang sebelah sandalku yang hilang semenjak tiga hari lalu. Maka ia berani mengambil tindakan yang menjatuhkan karisma dari sebuah kata ‘pangeran’. Hanya sebuah kata, karena ia memang bukan pangeran sungguhan. Tapi ia adalah orang yang membuat aku dan ia mengerti, bahwa cinta adalah seperti sepasang sandal yang saling mengiringi dan mesti lain sebelah mesti sebelah kanan sebelah kiri, berdampingan dan tidak bertepuk sebelah.
Ia menaru sepasang sandal jepitku yang sudah bersih dibawah tangga kamar asramaku dengan cara menyelinap diam-diam. Ia menyebut asramaku dan asramanya adalah istana megah dengan suara lantunan ayat suci setiap saat. Ia memeluk mushafnya aku memeluk mushafku. Bersama kita mengaji hingga larut malam.

Rasanya aku ingin menghabiskan 18 oktober lebih lama lagi ditempat ini. Bersamanya, bersama mereka, bersama beliau. Lebih lama lagi.
Belum sempat aku ucapkan terima kasih untuk sebelah sandal jepit yang mengubah tabiat cintaku dalam beberapa detik. Aku meninggalkan nya sendirian dengan memori-memori kejutan di bulan itu. Sebelah sandal jepit, arloji hitam, sebuah kotak, tiga ekor cicak, sebungkus nasi kuning dan selembar surat cinta yang belum kubalas.
Rahmah_Oktober 2017

Komentar

Postingan Populer